Minggu, 01 Maret 2020 (Minggu Paskah 6)
Tidak ada perlindungan dalam kekayaan. Bani Amon bergantung sepenuhnya kepada harta kekayaan yang dimiliki sehingga mereka berani sesumbar ‘Siapa berani datang menyerang aku’ (4). Mereka telah mendewakan kekayaan mereka dan mengangkatnya bagai perlindungan yang kokoh. Sungguh suatu sikap yang sangat berbahaya karena dapat berakibat fatal bagi bangsa Amon sendiri.
Mereka harus menelan pil pahit ketika melihat kenyataan bahwa pelindung mereka – harta dan kekayaan – menjadi tidak berdaya dan dapat lenyap dalam sekejap. Pil yang lebih pahit harus mereka telan karena kehancuran yang melanda bukan dimulai dari daerah pinggiran menuju pusat negara maupun langsung dari ibu kota negara Amon yaitu Raba kemudian diikuti daerah-daerah lainnya. Ibu kota negara yang tentunya mempunyai segala harta dan kekayaan yang jauh lebih banyak namun hancur terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan kota-kota taklukan bani Amon akan kembali kepada pemiliknya (1, 2). Seperti yang terjadi dalam bani Moab, ketika kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat runtuh maka kehidupan agama bani Amon juga runtuh (3).
Sebelum dihancurkan oleh Allah, bani Amon pasti mempunyai falsafah kehidupan demikian: asal ada uang maka masalah hilang. Karena itu ketika kekuasaan Babel mulai bangkit maka mereka mengadakan persekutuan dengan Tirus, Sidon, Moab, Edom, dan Yehuda (27:2-3) untuk menghancurkan Babel. Bani Amon yakin bahwa penggabungan beberapa negara akan memperkuat pertahanan mereka karena akan melibatkan banyak kekuatan dan harta. Mereka tidak lagi menghiraukan peringatan yang disampaikan oleh Yeremia (Yer. 27:1-3). Apa hasilnya? Perhitungan matematis dan bisnis terjungkirbalik. Bani Amon hancur walaupun nantinya akan dipulihkan Allah lagi (5-6).
Renungkan: Di negara kita bukankah masih banyak orang menganut falsafah bani Amon? Uang memegang kendali untuk urusan apa pun mulai dari keluarga, sekolah, bisnis, pemerintahan, hingga kehidupan gereja kita. Prinsip yang dianut bukan lagi tidak ada yang mustahil bagi Allah namun tidak ada yang mustahil bagi uang. Kita pun mungkin secara tidak sadar menganut falsafah ini. Jika ya, berhati-hatilah karena uang adalah perlindungan yang keropos. Biarlah kita senantiasa berlindung kepada Allah.
RENUNGAN MINGGU
Bacaan: Yeremia 41:1-18
Hati-hati akan ambisi pribadi!
Judul: Hati-hati akan ambisi pribadi! Ambisi sebenarnya bukan kata yang negatif. Tetapi ambisi bisa menjadi tidak sehat kalau sifatnya berpusat pada diri sendiri semata-mata, dan menghalalkan segala macam cara untuk mencapainya.
Apa sebabnya Ismael mengkudeta Gedalya (2), bahkan membantai delapan puluh orang yang datang untuk beribadah di rumah Tuhan (7)? Catatan Yeremia tidak memberikan alasannya. Namun kemungkinan besar Ismael, yang adalah keturunan raja (1), tidak bisa menerima kepemimpinan Gedalya, yang menurutnya bukan siapa-siapa. Ismael merasa dirinyalah yang paling layak memimpin Israel. Di balik itu, sangat mungkin ada agenda politik, yakni ingin mengembalikan kejayaan dinasti Daud. Ambisi Ismael yang ingin cepat berkuasa membuat ia mengambil jalan pintas dan dengan kejam menghancurkan setiap rintangan yang menghadang.
Kisah tragis ini tidak berhenti di sini. Buah pemberontakan Ismael berefek ganda. Pertama, ia gagal menanamkan pengaruh yang kuat karena rakyat mengikut dia dengan terpaksa (10, 13-14). Pemberontakannya gagal total. Namun yang kedua, dampak pemberontakan Ismael adalah pembalasan Babel yang tidak hanya tertuju kepada kelompoknya, melainkan kepada segenap umat Yehuda yang masih tertinggal di Yudea. Itulah sebabnya, dengan terpaksa Yohanan harus mengungsikan sisa-sisa rakyat itu ke Mesir, menghindarkan diri dari amukan pasukan Babel (16-18).
Hidup yang sudah jadi milik Tuhan harus diabdikan sepenuhnya kepada Dia. Ambisi pribadi kita pun harus ditundukkan pada Allah dan dikuduskan agar berpusat hanya pada kehendak-Nya dan bukan pada pemuasan hawa nafsu kita yang berdosa.
RENUNGAN MINGGU
Tuhan menghargai ketulusan
Bacaan: Yeremia 35:1-19 Edisi 16 februari 2020
Setia pada tradisi bisa benar, bisa salah. Kadang kesetiaan pada tradisi bisa membabi buta, tanpa tahu sungguh-sungguh mengapa tradisi berlangsung seperti itu. Namun tradisi bisa merupakan ungkapan kesetiaan yang luhur pada Allah yang disembah dalam tradisi tersebut.
Tradisi yang turun temurun ditaati oleh orang-orang Rekhab mungkin sedikit berlebihan dari tuntutan Hukum Taurat (6-10). Mereka bisa kita bandingkan dengan kelompok-kelompok Kristen tertentu, yang penuh dengan rambu agar jangan terkontaminasi dengan modernisasi yang dianggap bertentangan dengan firman Tuhan. Namun yang Tuhan puji dari orang-orang Rekhab adalah ketulusan dan kesetiaan mereka dalam menaati ajaran leluhur mereka.
Hal ini justru tidak ada pada umat Tuhan. Padahal umat Tuhan bukan hanya dibekali dengan Hukum Taurat, tetapi juga dengan para imam penyelenggara ritual Taurat, dan para nabi yang menegur ketika ada pelanggaran Taurat (15). Ternyata umat Tuhan mengabaikan Tuhan, Pemimpin hidup mereka. Mereka terlalu sering melanggar firman Tuhan, tidak setia pada Tuhan dengan bermain-main dalam dosa. Oleh karena itu, berlawanan dengan \'nasib\' keturunan Rekhab yang akan terus menerus mendapat kehormatan menjadi pelayan Tuhan (18-19), umat Israel akan menerima ganjaran berupa hukuman Tuhan, yaitu penawanan di Babel.
Hati yang tulus dan setia pada Tuhan jauh lebih menyenangkan Tuhan daripada kesalehan yang pura-pura, dan ritual yang hanya dipraktikkan secara lahiriah saja, tanpa kesungguhan batin. Oleh karena itu, perikop ini biarlah menjadi semacam cermin bagi kita untuk memeriksa perilaku ibadah kita: selaraskah dengan kehendak-Nya atau hanya semacam kamuflase untuk menutupi kedagingan kita yang duniawi. Daripada mengkritik kelompok tertentu yang sepertinya \'ekstrim\' atau \'fanatik\', lebih baik membuktikan diri tulus di hadapan-Nya.
Ingat: Manusia melihat penampilan, tapi Tuhan melihat hati.
Siapa
Yang Dapat Dipercayai?
Pembacaan: Yesaya 30:1-18
Dalam kegetiran dan kegentingan situasi
bangsa Israel, keputusan cepat mengatasi ketegangan ini harus segera diambil.
Sayangnya, mereka leih menaruh harap kepada bangsa Mesir daipada kepada Allah.
Mesir sangat pintar, berpengalaman,
piawai dalam mengatur strategi, dan paling berkuasa saat itu. Diyakini bahwa
dengan kekuasaannya, bangsa mesir dapat melindungi mereka dari serangan musuh
Israel. Apakah harapan itu terpenuhi? Ternyata Allah mematahkan harapan mereka.
Melalui Yesaya Tuhan mengingatkan bahwa Mesir adalah bangsa yang tidak mengenal
Tuhan, bebal dan pendusta (ayat 8-10). Hanya kepada Tuhanlah, Israel seharusnya
berharap. Kesetiaan dan kemahakuasaanNya telah terbukti benar dan berdaulat.
Jangan lupakan Tuhan dalam keadaan
terjepit dan terancam, betapa sering manusia mengalihkan perhatiannya pada
kekuatan manusia. Tuhan terabaikan! Hal ini tentu saja mendukakan hati Allah.
Bagaimana supaya kita dapat terhindar dari dosa Israel tersebut? Percaya dan
arahkanlah hati pada pimpinan Tuhan. Itulah harapan satu-satunya, yang takkan
pernah luntur, dan yang membuahkan kedamaian. Selanjutnya yakinilah bahwa kita
akan melihat bagaimana Allah akan bertindak, mengatasi setiap masalah dalam kehidupan.
DOA: Tuhan, arahkanlah mata kami untuk
selalu tertuju padaMu. Amin
RENUNGAN MINGGU
Kesombongan manusia
Bahan bacaan: Yesaya: 23:1-18
Pasal ini merupakan nubuat Nabi Yesaya tentang apa yang akan terjadi pada Tirus dan Sidon. Tirus ialah sebuah kota yang kaya terletak di pesisir Laut Tengah dan selama berabad-abad menjadi kota yang diagungkan karena perdagangannya yang terkenal di belahan dunia pada waktu itu. Keterangan tentang Tirus dapat dibaca dari kitab Yosua yang menyebutkan Tirus sebagai kota yang kuat (Yos. 19:29). Selain itu, Tirus menjadi musuh Israel pada pemerintahan Daud dan Salomo. Pada awalnya Tirus ialah sebuah kota jajahan dari Sidon, tapi kemudian Tirus lebih terkenal melebihi Sidon.
Sedangkan, Sidon adalah kota pelabuhan yang terkenal pada waktu itu. Sidon memiliki dua pelabuhan utama yang menguasai rute pelayaran kapal-kapal dagang melalui laut. Pada waktu itu, Sidon merupakan kota pertahanan bangsa Kanaan (ayat 2-4). Tetapi, ketenaran, kekuatan dan kesombongan yang dimiliki oleh Tirus dan Sidon akan dihapuskan oleh Allah, karena mereka telah menjadi sombong atas kemampuan mereka itu (ayat 6-9). Tirus dan Sidon akan hancur, dan tempat kebanggaan mereka yaitu benteng dan pelabuhan tidak terlihat lagi (ayat 10,11). Tirus akan diserahkan kepada binatang-binatang gurun untuk dimusnahkan (ayat 13b). Benteng-benteng pertahanan Tirus sebagai lambang kekuatan mereka akan hancur (ayat 14). Kesombongan manusia akan luntur oleh keMahakuasaan Allah. Meskipun begitu, Allah akan menyediakan pemulihan Tirus kembali setelah lewat masa yang ditentukan-Nya yaitu tujuh puluh tahun (ayat 17). Inilah janji pemulihan yang Allah berikan kepada Tirus dan Sidon.
Manusia diciptakan penuh potensi oleh Tuhan bukan untuk menyombongkan dirinya, tapi untuk memuliakan nama-Nya. Kitab Mazmur menyebut orang-orang yang sombong sebagai musuh Allah (Maz. 22:30). Kita dipanggil menjadi anak-Nya untuk mengakui Tuhan di setiap bidang kehidupan kita (Ams. 3:6) maka Ia akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita.
Renungkan: Kesombongan mengakibatkan kehancuran. Anak Tuhan juga tidak luput dari hukuman Tuhan kalau menyombongkan diri.
RENUNGAN MINGGU
Tiada Hidup Baru Tanpa Pertobatan
Pertobatan sejati adalah meninggalkan tuntas dosa-dosa, dan
bersedia mulai dari awal. Bila masih ada dosa yang digenggam erat-erat dan
enggan untuk dilepaskan, itu berarti orang tersebut belum sungguh-sungguh
bertobat.
Ucapan ilahi terhadap Moab membuktikan bahwa Tuhan memperhatikan
bangsa-bangsa lain. Ia tidak ingin sekadar menghukum mereka, namun ingin membawa
mereka kepada pertobatan. Pemberitaan tentang penghukuman dahsyat yang akan
menimpa Moab (ayat 15:1) membawa kepada perkabungan nasional secara
besar-besaran (ayat 2-6), dan disertai ratapan yang memilukan (ayat 5-9). Semua
kengerian ini dimaksudkan untuk membawa Moab kepada kesadaran akan perlunya
pertobatan. Apakah yang harus mereka lakukan? Mereka harus berpaling dan
meminta petunjuk kepada Tuhan yang dikenal sebagai Tuhan bangsa Israel. Mengapa
kepada Tuhan bangsa Israel? Karena di Israel ada kasih setia Tuhan yang
dinyatakan melalui takhta Daud (ayat 16:1-5). Sebenarnya, tidak mudah bagi Moab
untuk berharap kepada Tuhan, karena mereka sombong (ayat 6). Mereka terlalu
"tinggi hati" untuk mengakui bahwa mereka membutuhkan pertolongan
Tuhan. Akan tetapi, justru pengakuan inilah yang dituntut Tuhan. Pertobatan
sejati dimulai dari mengaku diri tidak ada apa-apanya, dan tidak ada daya lagi
untuk bangkit, lalu mencari dan menantikan uluran belas kasih Tuhan. Moab harus
mulai dari awal. Mereka harus menyadari betapa kecil dan tak berarti mereka
untuk dapat menerima pertolongan Tuhan (ayat 13-14).
Sebagaimana Moab, demikian juga kita. Seringkali yang menghalangi
kita untuk bertobat adalah kita terlalu sombong untuk mengakui bahwa kita tidak
berdaya terhadap dosa. Untuk itulah, kita harus bersedia dihancurkan dan
bersedia untuk mulai dari awal, supaya Tuhan bisa membentuk kita menjadi baru,
tak bercacat, dan sempurna.
Renungkan: Yang merintangi Anda dari pembaruan hidup yang berarti, bukan
karena Tuhan tidak sedia, tetapi karena Anda tidak terbuka kepada-Nya.
RENUNGAN MINGGU, 10/11/2019KESOMBONGAN ROHANI
Bacaan: Yesaya 9:8-10:4
Dalam
bukunya, "Tujuh dosa yang mendatangkan maut", Billy Graham
menempatkan kesombongan pada urutan pertama. Kesombongan mendahului kehancuran.
Itu yang terjadi dengan Samaria, Israel Utara. Perikop hari ini melukiskan
kesombongan Israel dan sifat tidak mau bertobat yang gigih, serta murka dan
hukuman Allah atas mereka; walau dalam kesulitan besar mereka tidak bersedia
merendahkan diri dan berbalik kepada Allah.
Bahkan
sesudah penyerbuan Tiglat-Pileser, raja Asyur atas Samaria, Efraim masih saja
mengabaikan peringatan Allah. Dengan sombong mereka hendak membangun kembali
negeri mereka yang hancur dan membuatnya lebih kuat serta lebih megah daripada
sebelumnya (8, 9). Waktunya akan segera tiba, bekas sekutu-sekutu mereka, yaitu
Siria dan Filistin, akan bergabung dengan pasukan Asyur untuk menyerbu dan
membinasakan Samaria. Semua pemimpin akan dibinasakan bersama anak-anak mereka
(13-14). Dosa mengandung benih hukuman dan kebinasaannya sendiri. Akan muncul
ketakutan akan perang saudara antara Efraim dan Manasye, dua suku utama yang
membentuk Kerajaan Utara (17-20).
Empat
kali Tuhan memberi peringatan (11, 16, 21;10:4). Hal ini menunjukkan betapa
dahsyatnya murka Tuhan. Namun, Tuhan masih memberi mereka kesempatan untuk
bertobat. Sayang, mereka tidak juga bertobat. Perbuatan dosa semakin
merajalela. Para pemimpin dengan biadab menindas rakyat dan menyalahgunakan
kekuasaan (17-20). Moralitas para penegak hukum juga rusak total. Apabila
kekejaman, kecurangan, keserakahan yang dimenangkan, apalagi yang dapat
diharapkan dari para pelaku peradilan (1-4)?. Maka, tidak ada pilihan lain
kecuali penghukuman, kesombongan mereka telah mendahului kehancuran mereka.
Menjelang
akhir tahun ini, mari kita evaluasi hidup kita. Berapa banyak peringatan dan
kesempatan yang berikan kepada kita untuk bertobat? Marilah dengan rendah kita
kita akui kegagalan dan dosa-dosa kita, dan berbalik kepada Allah.
RENUNGAN MINGGU, 03/11/2019
BERJALAN DALAM TERANG ILAHI
Bacaan: Yesaya, 2:1-22
Manusia dapat dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan dua cara hidup: [1] cara hidup yang bergantung kepada Allah; [2] cara hidup yang otonom dari Allah. Orang yang hidup bergantung kepada Allah memiliki kesadaran bahwa hidup ini beserta segala kekayaan yang dimilikinya adalah anugerah Allah. Orang yang ingin otonom dari Allah, merasa tidak memerlukan Allah, merasa tidak nyaman untuk bergantung dan tunduk kepada Allah. Ini adalah sebuah perasaan yang keliru karena keinginan menjadi otonom sering kali timbul dari kekerasan hati, sifat yang egois, dan niat pemberontakan.
Nubuatan Yesaya berlanjut. Dalam ayat 1-4, ada sebuah gambaran yang indah mengenai "hari-hari akhir". Yerusalem akan dihancurkan, namun suatu saat ia akan menjadi titik acuan bagi banyak bangsa. Sion akan menjadi semacam magnet ketika kesetiaan, keadilan, dan kebenaran memancar dari kota itu. Rahasia dari kedamaian sejati adalah firman Tuhan, Taurat Tuhan. Sebuah kota yang ditransformasi oleh firman Tuhan tidak lagi penuh dengan para pemberontak dan pencuri (ayat 1:22-23). Di sana akan tercipta suasana penuh kedamaian.
Bangsa Yehuda diminta untuk berjalan dalam terang Ilahi (ayat 5). Apa maksudnya? Kita bisa mengaitkan hal tersebut dengan ungkapan- ungkapan kemarahan Tuhan di ayat-ayat selanjutnya. Kaum keturunan Yakub sebagai sebuah komunitas yang ditebus Allah telah meninggalkan Tuhan dan hidup otonom. Kesombongan mereka akan dihancurkan. Apa yang mereka anggap mulia dan indah akan dihempaskan sampai ke debu. Berjalan dalam terang Ilahi berarti mengakui bahwa kalau jantung kita masih bisa berdetak, itu karena anugerah Tuhan.
Renungkan: Pencapaian diri, keamanan diri, dan membanggakan diri. Bukankah tiga hal ini sering kali membawa kita ke dalam kegelapan, jauh dari Tuhan?
PILIHAN HIKMAT
Bacaan: pengkhotbah 9:13-10:20
Pemuda itu memiliki segalanya. Ayahnya seorang pemilik pabrik susu yang besar di Amerika dan waktu ia lulus sekolah, ayahnya memberi hadiah berdarma-wisata keliling dunia. Pada masa belianya itulah, ia menerima panggilan Tuhan untuk melayani-Nya. Untuk mempersiapkan dirinya, ia memutuskan untuk kuliah terlebih dulu di Univ. Yale, Amerika. Setelah tamat ia menetapkan hati untuk menjadi misionaris. Ayahnya dan beberapa perusahaan menawarkan pekerjaan dengan posisi yang bagus, tetapi semua ditolaknya. Dalam perjalannya menuju ladang misi, ia meninggal dunia karena sakit. Di Alkitabnya ditemukan tiga pernyataan yang mencerminkan sikapnya dalam mengikut Tuhan "Tidak goyah! Tidak ada pilihan lain! Tidak menyesal!"
Memilih bekerja di bidang rohani daripada bekerja dalam bidang umum dengan gaji besar sering dipandang oleh dunia tidak berhikmat. Perbedaan cara pandang ini disebabkan pandangan dunia tentang hikmat berbeda dengan pernyataan Alkitab (Ams. 1:7 ; 8:35). Hikmat menurut Alkitab lahir dari takut akan Tuhan, sementara hikmat dari dunia berasal dari pengetahuan manusia. Hidup takut akan Tuhan menuntun kita untuk dapat membedakan jalan kepada kebinasaan atau menuju hidup (ayat 10:2,12).
Setiap hari kita dihadapkan pada pilihan yang sulit yaitu melakukan pilihan berhikmat untuk hidup dalam kehendak-Nya atau hidup menurut hikmat diri sendiri dan hikmat dunia.
Renungkan: Memilih untuk melayani Tuhan terasa sulit jika kita tidak berfokus pada kehendak Tuhan dan lebih mendengarkan hikmat dunia.
RENUNGAN MINGGU, 20/10/2019
HAL-HAL BERHARGA DALAM HIDUP
Bacaan: Penghotbah 9:1-12
Di balik kesimpulan sementara bahwa nasib semua orang sama, pengkhotbah mengingatkan tentang dua hal berharga dalam hidup: pernikahan dan pekerjaan. Betapa pun sia-sia kesan kita tentang hidup yang seperti siklus mengulang-ulang ini, kehidupan keluarga dan pekerjaan yang bermutu membuat hidup setidaknya terasa lebih berarti.
Pernikahan adalah karunia indah Tuhan. Namun, kita tidak dapat "menutup mata" bahwa ada orang yang membuat pasangannya "hidup dalam neraka". Justru karena adanya fakta pernikahan yang seperti neraka inilah, maka orang beriman harus berpegang teguh kepada ajaran firman. Kebahagiaan dalam pernikahan bukan hal yang mustahil, tetapi hal yang mungkin terjadi. Belajar puas dengan pasangan hidup masing-masing, aktif mengobarkan kasih dari waktu ke waktu, memeliharanya sebagai harta karun mulia pemberian Tuhan, dan berjuang keras bagi kebahagiaan tersebut, adalah syarat-syarat untuk mengalami pernikahan yang berhasil (ayat 9). Perjuangan keras mengaktifkan cinta, perhatian, kesetiaan, itulah penentu keberhasilan suatu pernikahan.
Karunia Tuhan lainnya dalam hidup adalah pekerjaan. Apabila dalam sudut pandang pengkhotbah, kematian adalah penyebab kesia-siaan, pekerjaan adalah faktor yang memberi hidup arti dan harap. Bekerja adalah bagian dari hidup, kepasifan adalah bagian dari mati, maka bekerja memberi kita harapan karena kita mengalami hidup ketika bekerja. Sebab itu persoalan kita tentang pekerjaan dan tugas apa pun, jangan ditinjau dari segi ekonomi saja. Apabila bekerja adalah ciri dari hidup, maka tugas apa pun sanggup memberi kita kegembiraan. Bekerja berarti menjadi rekan Tuhan yang terus giat bekerja sampai sekarang ini. Inilah insentif utama yang mendorong orang beriman bekerja lebih rajin, lebih giat, lebih berkualitas. Tidakkah akan semakin bergairah kita, apabila menyadari bahwa perbuatan tangan, kaki, otak kita adalah bagian dari ingatan Tuhan dalam dunia ini?
Doa: Tuhan, tolonglah gereja-Mu dan bangsa kami menghargai keluarga dan pekerjaan dengan benar.
RENUNGAN MINGGU, 13/10/2019
KESIA-SIAAN DALAM DUNIA
Bacaan: Pengkhotbah 1:1-18
Pengkhotbah adalah seorang yang merenungkan secara mendalam arti hidup manusia dari mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di bawah matahari (ayat 14). Ia tiba pada kesimpulan yang mengejutkan. Semuanya sia-sia. Kata yang digunakannya berarti hampa, sesuatu yang tanpa bobot seperti angin. Dengan menyebut kata itu dua kali (ayat 2) ia sungguh menegaskan bahwa hidup ini amat sangat sia-sia. Manusia lahir lalu mati, demikian seterusnya. Hari lepas hari lewat, berbagai peristiwa alam bergulir rutin. Semuanya berulang tanpa makna.
Sia-siakah hidup kita? Segala sesuatu yang ada di dunia ini, yang mungkin kita bangga-banggakan, kita agungkan, dan usahakan serta pertahankan adalah sia-sia. Bukan saja rutinitas peristiwa alam membuatnya menyimpulkan kesia-siaan hidup, semua kerja, kekayaan, hikmat yang boleh manusia alami pun sia-sia saja. Apa maksud pengkhotbah sebenarnya? Pengkhotbah bukan meremehkan arti penciptaan Allah, akan tetapi ingin menghancurkan semua harapan palsu manusia pada dunia ini atau diri sendiri. Ia ingin menyadarkan kita bahwa segala sesuatu hanya akan berarti bila dalam iman kepada Allah.
Renungkan: Semua yang ada dalam alam dan hidup ini berasal dari Tuhan dan terkandung maksud Tuhan dalam masing-masingnya. Hanya bila ada kesadaran ini, hidup bermakna.
RENUNGAN MINGGU, 06/10/2019
PENGUASAAN DIRI DAN KARAKTER
Bacaan: Amsal 23:1-14
Seorang dosen saya pernah memberikan nasihat, "Kalau pergi kondangan, jangan dengan perut kosong, sepertinya kita datang hanya untuk makan". Maksudnya supaya jangan kelihatan 'malu-maluin' karena terlalu lahap makan. Menurut Anda, apakah nasihat ini bertujuan untuk menjaga penampilan atau lebih dalam lagi kepada motivasi kita?
Nasihat Amsal di bagian pertama perikop ini menekankan kedua hal tersebut. Yang pertama, penguasaan diri. Di hadapan orang yang lebih tinggi statusnya, kita harus menjaga sikap tidak mengumbar nafsu (ayat 1-3). Kedua, pada saat yang sama motivasi untuk tidak mengejar hal lahiriah juga ditekankan (ayat 4-5). Bukankah karena mengejar hal-hal lahiriah seperti inilah kita sering terjebak dengan iri hati bahkan dengki akan keberuntungan orang lain (ayat 6-8). Tidak jarang kita memutuskan untuk bersikap seperti orang fasik agar dapat mencapai kehidupan yang berkelimpahan.
Amsal menasihati kita untuk melawan sikap mementingkan diri sendiri dengan berpegang pada Taurat, membangun rasa peduli dan keadilan kepada sesama manusia, terutama mereka yang tertindas (ayat 10-11, band. Ul. 27:17, 19). Izinkan Tuhan mendidik kita mengembangkan karakter yang mulia (ayat 12). Kita juga perlu mendidik anak-anak kita agar karakter mereka menyerupai Kristus. Pendidikan seperti itu perlu dilakukan dengan tekun dan disiplin (ayat 13-14). Hasilnya akan efektif bila kita sendiri rela dibentuk oleh Tuhan terlebih dahulu, sehingga anak-anak kita melihat teladan.
Kita sering geli campur dongkol melihat sikap 'pencuri teriak maling' yang dilakukan oknum, entah wakil rakyat atau juga pejabat. Mereka mudah menuduh orang lain dan menyerukan "ganyang korupsi!" Pada saat yang sama, mereka memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadi atau golongan mereka. Jangan-jangan hal serupa terjadi dalam hidup kita. Kita mengaku anak Tuhan, menuding orang lain hidup dalam dosa pengumbaran hawa nafsu, sebenarnya kita sedang menutupi borok kita sendiri?
RENUNGAN MINGGU, 29/09/2019
INTEGRITAS DAN KEPUTUSAN
Bacaan: Amsal 19:1-15
Lebih baik orang yang punya integritas, meskipun dia miskin, daripada orang yang bebal (1). Kejujuran sangat penting meskipun orang tidak menjadi kaya karenanya. Memiliki hidup yang tak bercela lebih penting daripada harta kekayaan. Tentu banyak yang setuju dengan pernyataan tersebut, walaupun lebih banyak lagi orang yang bertindak tidak berdasarkan hal itu. Banyak orang yang rela melakukan apa saja demi memperoleh kekayaan, meskipun harus mengorbankan kejujuran: menggelapkan pajak, korupsi, manipulasi, dlsb. Namun bila kita mengenal dan mengasihi Tuhan, kita akan tahu bahwa standar hidup yang lebih rendah atau bahkan kemiskinan sekalipun, merupakan sedikit harga yang harus kita bayar bagi sebuah integritas pribadi. Sebab itu jangan pernah mengorbankan integritas bagi penambahan kekayaan.
Namun demikian, kerajinan pun harus dilakukan dengan pengertian yang benar agar tidak membuat orang kecewa terhadap Tuhan (2-3). Semangat menggebu-gebu saja tidaklah cukup. Orang harus tahu tujuan dan waktu yang tepat untuk bertindak, jika tidak ingin upayanya itu berakhir sia-sia. Di sekitar kita banyak terdapat contoh orang yang terburu-buru dalam mengambil keputusan dan tindakan. Banyak orang terburu-buru menikah tanpa tahu tujuannya, bahkan ada juga yang tanpa perasaan apapun terhadap pasangannya. Yang penting baginya adalah sesegera mungkin melepas masa lajang. Akibatnya? Kekecewaan dan tawar hati meliputi rumah tangga yang dibangun dengan terburu-buru itu.
Karena itu, jangan pernah terburu-buru dalam melakukan sesuatu. Jika Anda harus mengambil keputusan, yakini dulu bahwa Anda sungguh-sungguh memahami apa yang akan Anda lakukan, sebelum Anda melangkah. Jika Anda masih belum paham juga, mintalah tuntunan Tuhan agar Anda memiliki hikmat untuk mengerti keputusan dan langkah seperti apa yang harus Anda ambil. Niscaya, Ia akan menuntun Anda dan menunjukkan jalan-Nya pada Anda.
Tuhan Yesus Memberkati..... Amin
RENUNGAN MINGGU, 22/09/2019
Kritik yang membangun
Bacaan: Amsal 12:1-16
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa, "Tidak ada kritik yang membangun. Kritik
membongkar dan merobohkan bangunan yang salah berdiri. Tindak lanjut dari
kritiklah yang mendirikan kembali bangunan di atas dasar yang benar."
Maksudnya, kritik bukanlah untuk tambal sulam melainkan untuk evaluasi
mendasar. Anda boleh setuju pandangan itu, boleh juga tidak. Namun kritik Amsal
bagi orang benar, menolong dia untuk mengevaluasi hidup dan memperbaiki diri secara
komprehensif. Sedangkan orang fasik perlu bertobat agar dapat dibangun sebagai
orang benar.
Prinsip
Amsal sejak permulaan adalah pilih hikmat dan tolak kebebalan. Ini adalah hal
mendasar. Seperti membangun rumah yang harus didirikan dengan fondasi batu,
bukan pasir (3; band. Mat. 7:24-27). Oleh karena itu kritik Amsal di perikop
ini harus ditanggapi dengan serius dan dijadikan dasar untuk membangun ulang
hidup. Misalnya berkaitan dengan relasi dalam keluarga: keserasian dan
kesehatian istri dan suami akan membuat keluarga bahagia (4). Memang kritik di
sini ditujukan untuk sang istri, tetapi prinsip sama berlaku untuk suami.
Integritas menjadi dasar untuk menjalani hidup di dunia ini: integritas dalam
motivasi (5, 8), perkataan (6, 13, 14), dan perbuatan (10, 11).
Mengenal
diri sendiri penting agar dapat memperbaiki diri, bila perlu dengan merubuhkan
bangunan kehidupan yang telah keliru berdiri (9, 15). Dibutuhkan pengendalian
diri dan kerendahhatian untuk menerima kritik tanpa bersikap reaktif (16). Apapun
motivasi orang yang memberi kritik, kritik itu sendiri memberi kesempatan bagi
kita untuk mengevaluasi diri dan mengizinkan Allah beroperasi, memperbarui kita
dari dalam.
Kritik
memang tidak menyenangkan, apalagi kalau disampaikan oleh orang yang bermaksud
menjatuhkan kita, atau disampaikan dengan cara kasar tanpa peduli perasaan
orang lain. Akan tetapi, Tuhan dapat memakai kritik untuk membentuk kita
menjadi seperti yang Dia kehendaki.
Tuhan Yesus
Memberkati …. Amin
RENUNGAN MINGGU, 15/09/2019
Seks, uang, dan kuasa potensi dosa!
Bacaan: Amsal 5:1-23
Seks, uang, dan kuasa itu bukanlah dosa tetapi ketiganya memiliki
kesanggupan atau potensi yang luar biasa untuk mengobarkan nafsu
dalam diri manusia. Inilah yang menjerumuskan kita ke dalam
perangkap dosa. Bak singa jantan, nafsu adalah kekuatan yang
bersemayam dalam diri kita; seks, uang, dan kekuasaan adalah
tongkat-tongkat yang mampu membangunkan dan membuatnya
mengamuk tanpa batas.Amsal 5 adalah peringatan bagi kita yang
tengah tergoda untuk berzinah atau telah jatuh ke dalam dosa zinah.
Perhatikan julukan yang Alkitab kenakan pada perzinahan: kematian
(ayat 5), kekejaman (ayat 9), penyesalan (ayat 11-14), perangkap
(ayat 22), dan kebodohan (ayat 23). Betapa berbedanya realitas
dengan fantasi! Selingkuh bukan sembarang selingan; selingkuh
adalah selingan yang membelokkan hidup kita ke jurang
maut!Firman Tuhan memberikan dua antidot untuk melawan ajakan
berzinah: pertama, nikmatilah pasangan sendiri (ayat 15-19). Jangan
biarkan pikiran kita menerawang jauh ke rumah orang lain.
Fokuskan pandangan kita hanya pada pasangan sendiri.
Kembangkanlah relasi nikah kita sehingga kita terpuaskan olehnya.
Kedua, sadarlah bahwa Tuhan mengawasi perbuatan kita. Tidak ada
satu perbuatan pun yang luput dari tatapan-Nya (ayat 21). Jangan
mengelabui diri dan berkata bahwa Tuhan tidak melihat. Ia melihat
dan akan membuat perhitungan.
Tuhan Yesus Memberkati .... Amin
RENUNGAN MINGGU, 08/09/2019
Bermasalah? Datang pada Tuhan!
Bacaan: Mazmur 146:1-10
Banyak kejadian buruk menghiasi halaman koran dan layar TV kita. Bencana
alam terjadi di mana-mana, kekisruhan politik melanda begitu banyak tempat,
atau penyakit yang semakin aneh-aneh wujudnya. Belum lagi masalah ekonomi
dan pekerjaan yang semakin sulit didapat. Bila salah satu dari hal buruk itu
menghimpit kita, apa kita bisa berkata seperti pemazmur, "Pujilah Tuhan, hai
jiwaku" (1)?
Mazmur 146 adalah mazmur pertama dari rangkaian lima mazmur haleluya,
yang terdiri dari Mazmur 146-150. Kelima mazmur itu memiliki karakteristik
sebagai pujian yang bersifat deskriptif. Mazmur 146 ini memang memaparkan
bahwa Tuhan yang adalah Pencipta (5-6) dan Raja (10) memperhatikan orang-
orang yang beriman kepada Dia, yaitu mereka yang mencari pertolongan-Nya.
Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi, bukan hanya peduli pada hal-hal yang
besar. Ia juga peduli pada orang-orang yang tertindas, kelaparan, terbelenggu,
sakit, atau yang kesepian dan sendirian (7-9). Apakah Allah bisa diharapkan?
Ya, Dia setia (6)! Maka pemazmur mengawali dan mengakhiri mazmurnya
dengan sebuah panggilan untuk memuji Tuhan (1-2, 10b).
Bagi kita, mazmur ini memberikan sebuah perspektif dalam melihat
permasalahan. Bukan memandang seperti seekor katak dalam tempurung, tetapi
dari ketinggian hingga bisa memandang lebih luas, seperti mata seekor burung
yang sedang terbang. Melihat bukan dari sudut pandang terbatas, tetapi dengan
pemahaman bahwa Allah berdaulat dan berbelas kasihan. Maka ketika
menghadapi masalah, jangan mencari bantuan dari orang-orang yang berkuasa,
baik dalam bidang politik, atas fenomena alam, atau atas penyakit. Hanya
kepada Tuhan saja kita patut datang, itulah yang pertama-tama dan yang
terutama harus kita lakukan saat mengalami kesulitan. Jangan ragu, mintalah
pertolongan-Nya. Dia mau mendengar dan memperhatikan permohonan Anda.
Dan saat pertolongan itu datang, pujilah Dia. Bagaimana bila Anda sedang tidak
bermasalah? Tetap puji Tuhan tentunya.
Tuhan Yesus Memberkati …. Amin
Renungan, minggu, 18/08/19.
Mazmur, 129:1-8
Iman dibangun atas dasar firman Tuhan, iman juga bertumbuh dari pengalaman bersandar pada Tuhan. Bahkan pengalaman yang kurang baik sekalipun dapat dipakai Tuhan membentuk iman umat-Nya sehingga umat-Nya mampu melihat pemeliharaan Allah yang terus-menerus bagi hidup mereka, dan mengucap syukur.
Mazmur ziarah ini merupakan mazmur keyakinan karena mengungkapkan keyakinan iman pemazmur akan pemeliharaan Tuhan atas dirinya dan umat Tuhan. Dengan mengengok ke belakang pada pengalaman saat mereka dijajah oleh bangsa musuh, pemazmur mensyukuri fakta pemeliharaan Tuhan (1-3). Umat Tuhan mengalami kesusahan yang sangat dahsyat melukai keyakinan iman. Namun pemazmur tidak pernah kehilangan iman. Ia yakin bahwa Allah pasti memelihara dan menyelamatkan mereka.
Dasar keyakinan adalah keadilan Allah. Keadilan Allah akan menghakimi orang fasik (4). Mereka yang menghujat Allah dengan membenci tempat kediaman-Nya, Sion, justru akan mendapat malu dan tidak berdaya. Mereka seperti lalang yang tak ada gunanya selain dibabat dan dibakar habis. Hasil akhir keadilan Tuhan justru membuat umat yang setia dan bersandar kepada-Nya diberkati dengan disaksikan banyak orang (5-8).
Sama seperti yang dialami pemazmur dan Israel, orang Kristen dan Gereja pun mengalami penindasan dan penganiayaan dari para musuh Allah. Jangan putus iman! Allah adil. Saatnya akan tiba, yakni saat keadilan-Nya menumpas kefasikan dan mengangkat tinggi orang yang berharap pada-Nya. Orang Kristen dan Gereja yang bertahan dalam iman akan menjadi kesaksian bagaimana Tuhan memberkati dan memelihara umat-Nya.
Renungkan: Penderitaan dan kesesakan yang seburuk apa pun yang ada dalam keyakinan akan keadilan dan kebaikan Allah merupakan alat Tuhan untuk menghasilkan keajaiban dari-Nya.
Komentar
Posting Komentar